Monday, September 18, 2006

SEMUA ADA DI SINI

MURID - MUTIA&RIDWAN
My Doughter
My Son
My beloved wife and I
My new niece
Yuli and Rahma got married


Standar Nasional Pendidikan sudah diluncurkan pada tahun 2005 tetapi Permen yang mengaturnya baru diterbitkan setahun kemudian, itupun baru dimulai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi.
Berikut beberapa Permendiknas yang bisa diunduh.



Baca selengkapnya NIKI KULA LAN KULAWARGA: September 2006

MURID - MUTIA-RIDWAN



Baca selengkapnya NIKI KULA LAN KULAWARGA: September 2006

ANAK LANANG





Baca selengkapnya NIKI KULA LAN KULAWARGA: September 2006

ANAK WADON





Baca selengkapnya NIKI KULA LAN KULAWARGA: September 2006

KULA LAN SEMAH KULA






Baca selengkapnya NIKI KULA LAN KULAWARGA: September 2006

Wednesday, September 06, 2006

Guru profesional, guru yang aktif.

Ketika di tahun 70-an ada informasi tentang standar minimal guru SD adalah SPG, dan yang baru memiliki ijazah SGB harus menempuh persamaan, KPG namanya. Sebagian guru segera merespon positif dan mendapatkan keuntungan darinya. Ketika standar guru SMP harus D2 di tahun 90-an, hal yang sama terjadi. Ada yang langsung berusaha mendapatkan ijazah D2 dengan senang hati; ada yang dengan terpaksa, ada pula yang tidak bergeming. Di tahun 2000-an guru SMP wajib memiliki ijazah D3. Lagi-lagi sejarah lama terulang. Ada yang langsung menyetarakan diri, bahkan langsung S1, ada yang mengikuti penyetaraan dengan segala keterpaksaannya, ada yang minta dispensasi, ada juga yang tidak menggubris dengan segala alasan; sudah tualah, kalah dengan anak, tidak ada waktu dan segudang alasan lain yang dibuat-buat dan dicari-cari.. Tahun 2005 an hal sama terjadi, waktunya lebih singkat, lima tahun dan dua hal yang harus distandarkan. Ijazah S1 dan lolos uji sertifikasi.
Silahkan membaca sejarah, membaca keadaan dan apa yang terjadi di sekitar kita. Saya hanya menggugah dengan sekilas cerita di atas. Itu hanya sebagian kecil fakta yang terjadi.

Selalu saja ada tiga kelompok besar dalam merespon stimulus yang ada.. Pertama mereka yang cepat, bahkan melebihi; Kedua mereka yang terpaksa tetapi berhasil, meski ada yang sangat terlambat; dan yang ketiga mereka yang selalu menyalahkan aturan, menyalahkan perubahan. Status quo, ajeg. Kelompok pertama tidak kita bicarakan. Kelompok yang kedua ada dua kelompok lagi. Mereka yang berhasil meski terlambat, memperoleh nilai lebih dari pendidikannya dan kelompok yang berhasil lulus tetapi tidak mendapatkan nilai tambah dari ijazahnya.

Ok lah, yang sudah ya sudah, biarlah berlalu. Tetapi undang-undang sudah di undangkan. Standar pendidikan minimal seorang guru adalah sarjana S1 dan lolos uji sertifikasi profesi. Ini tidak bisa ditawar lagi. Yang berangkat dulu selalu lebih beruntung, yang berangkat belakangan selalu terlambat. Yang tidak berangkat? Selalu menanggung beban yang luar biasa. Yang terbaik adalah tidak menunggu orang lain berhasil. Telat. Jangan selalu bertanya untuk tujuan mencari keringanan, karena sebenarnya akan memberatkan diri sendiri. (ingat kisah Nabi Musa dan Sapi betina) Lakoni saja. Kalau terpaksa bertanya hanya untuk meyakinkan apakah langkah ini tepat.(jangan bertanya sebelum mulai)

Untuk uji sertifikasi setidaknya ada tiga hal yang harus kita persiapkan; Ketrampilan pedagogis, Ketrampilan sosial dan ketrampilan akademis berkaitan dengan matapelajaran masing-masing. Ada baiknya kita mulai mengasah ketrampilan itu. Guru profesional, salah satunya, adalah guru yang selalu aktif merespon aturan yang ada dengan cepat dan tepat. Kita tidak bisa memilih. Sudah siapkah kita? Harus. Keniscayaan. Baca selengkapnya NIKI KULA LAN KULAWARGA: September 2006

Guru profesional, guru yang aktif.

Ketika di tahun 70-an ada informasi tentang standar minimal guru SD adalah SPG, dan yang baru memiliki ijazah SGB harus menempuh persamaan, KPG namanya. Sebagian guru segera merespon positif dan mendapatkan keuntungan darinya. Ketika standar guru SMP harus D2 di tahun 90-an, hal yang sama terjadi. Ada yang langsung berusaha mendapatkan ijazah D2 dengan senang hati; ada yang dengan terpaksa, ada pula yang tidak bergeming. Di tahun 2000-an guru SMP wajib memiliki ijazah D3. Lagi-lagi sejarah lama terulang. Ada yang langsung menyetarakan diri, bahkan langsung S1, ada yang mengikuti penyetaraan dengan segala keterpaksaannya, ada yang minta dispensasi, ada juga yang tidak menggubris dengan segala alasan; sudah tualah, kalah dengan anak, tidak ada waktu dan segudang alasan lain yang dibuat-buat dan dicari-cari.. Tahun 2005 an hal sama terjadi, waktunya lebih singkat, lima tahun dan dua hal yang harus distandarkan. Ijazah S1 dan lolos uji sertifikasi.
Silahkan membaca sejarah, membaca keadaan dan apa yang terjadi di sekitar kita. Saya hanya menggugah dengan sekilas cerita di atas. Itu hanya sebagian kecil fakta yang terjadi.

Selalu saja ada tiga kelompok besar dalam merespon stimulus yang ada.. Pertama mereka yang cepat, bahkan melebihi; Kedua mereka yang terpaksa tetapi berhasil, meski ada yang sangat terlambat; dan yang ketiga mereka yang selalu menyalahkan aturan, menyalahkan perubahan. Status quo, ajeg. Kelompok pertama tidak kita bicarakan. Kelompok yang kedua ada dua kelompok lagi. Mereka yang berhasil meski terlambat, memperoleh nilai lebih dari pendidikannya dan kelompok yang berhasil lulus tetapi tidak mendapatkan nilai tambah dari ijazahnya.

Ok lah, yang sudah ya sudah, biarlah berlalu. Tetapi undang-undang sudah di undangkan. Standar pendidikan minimal seorang guru adalah sarjana S1 dan lolos uji sertifikasi profesi. Ini tidak bisa ditawar lagi. Yang berangkat dulu selalu lebih beruntung, yang berangkat belakangan selalu terlambat. Yang tidak berangkat? Selalu menanggung beban yang luar biasa. Yang terbaik adalah tidak menunggu orang lain berhasil. Telat. Jangan selalu bertanya untuk tujuan mencari keringanan, karena sebenarnya akan memberatkan diri sendiri. (ingat kisah Nabi Musa dan Sapi betina) Lakoni saja. Kalau terpaksa bertanya hanya untuk meyakinkan apakah langkah ini tepat.(jangan bertanya sebelum mulai)

Untuk uji sertifikasi setidaknya ada tiga hal yang harus kita persiapkan; Ketrampilan pedagogis, Ketrampilan sosial dan ketrampilan akademis berkaitan dengan matapelajaran masing-masing. Ada baiknya kita mulai mengasah ketrampilan itu. Guru profesional, salah satunya, adalah guru yang selalu aktif merespon aturan yang ada dengan cepat dan tepat. Kita tidak bisa memilih. Sudah siapkah kita? Harus. Keniscayaan. Baca selengkapnya NIKI KULA LAN KULAWARGA: September 2006