Sunday, December 13, 2015

Little Quality VS Big Quality


Pendidikan bergerak di bidang jasa yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,  cakap,  kreatif,  mandiri,  dan  menjadi  warga  negara  yang  demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN, 2003). Itu adalah big quality atau kualitas besar, tidak hanya output, tetapi sampai dengan outcome, bahkan sampai dengan impact atau dampak pendidikan, menjadi  warga  negara  yang  demokratis serta bertanggung jawab.
Di dalam big quality itu terselip satu bagian kecil, untuk memenuhi indikator berilmu. Hal ini dapat diketahui dengan hasil tes, ulangan, dan ujian, termasuk ujian nasional (UN) yang sebentar lagi digelar. Bagian kecil ini sesungguhnya hanyalah small quality atau kualitas kecil. Sebenarnya kualitas kecil jangka pendek ini akan tercapai dengan sendirinya bila MBS dan TQM berjalan dengan baik. Akan tetapi sangat disayangkan karena kenyataannya bagian kecil itu yang diagungkan, bukan saja oleh satuan pendidikan tetapi juga oleh peserta didik, orang tua dan masyarakat umum. Bukan hanya orang awam, kepala dinas pendidikan, bupati, gubernur menteri pendidikan, bahkan presiden tentunya juga memiliki kecemasan tersendiri, tentunya sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Karena mereka adalah pejabat politis, maka kepentingannya tentu juga erat dan tidak bisa lepas dengan kepentingan politis.
Sebenarnya bagi kebanyakan siswa UN tidak terlalu menakutkan, karena UN adalah satu kegiatan yang menjadi satu kesatuan dan konsekwensi menuntut ilmu. Di samping itu ada pula yang tidak terlalu khawatir terhadap hasil UN karena menurut pengalaman siswa yang tidak luluspun baik-baik saja. Mereka toh masih diusahakan jalan keluarnya agar mereka mendapatkan tiket masuk pendidikan yang lebih tinggi. UN ulangan dan ujian kesetaraan atau kejar paket yang menyediakan gerbong didesain khusus bagi siswa yang tidak lulus UN.
Dibandingkan siswa sendiri, orang tua mungkin lebih terbebani ketika anaknya menghadapi UN. Sebagian orang tua rela mengeluarkan uang lebih agar anaknya bisa lulus UN dengan mengikutkan anaknya pada lembaga bimbingan belajar yang “menjamin” anaknya lulus UN. Perbincangan mengenai UN antar orang tua lebih banyak dibandingkan dengan anaknya sendiri. Kecuali kawatir anaknya tidak lulus, ada juga yang mencemaskan nilai yang diperoleh untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik setelah lulus ujian.

Berbeda dengan orang tua, guru mencemaskan nama baiknya. Mereka sangat terbebani bila anak didiknya banyak yang tidak lulus UN, (padahal lebih banyak guru yang tidak mengajarkan mata pelajaran UN).  Pihak sekolah yang dikomandani oleh kepala sekolah, di samping akan menanggung rasa malu, juga akan menerima dampak berkurangnya animo calon siswa memasuki sekolah tersebut pada tahun pelajaran berikutnya. Di beberapa daerah, sekolah, termasuk guru di dalamnya akan terancam “karirnya”  bila banyak siswanya tidak lulus ujian. 

No comments: